Seseorang mungkin buru-buru keluar di pagi hari dari rumahnya untuk bekerja mencari nafkah; menghidupi kedua orangtuanya yang sudah tidak mampu bekerja, atau menafkahi anak istrinya, atau membantu kerabatnya yang miskin atau bekerja agar tidak meminta-minta atau menjadi beban bagi orang lain. Maka baginya akan dicatat berjalan di atas jalan Allah (fii sabiilillaah) dan akan mendulang pahala yang besar di sisi Allah ketika dia niatkan hal tersebut sebagai ibadah.
Adapun sebagian orang lainnya, dia bekerja hanya untuk mengejar kemewahan, agar bisa dipamerkan atau disombongkan di hadapan manusia sehingga dia tidak pernah peduli apakah harta yang dia dapat halal atau haram, tidak juga peduli dengan hak orang-orang yang tidak mampu atas hartanya, maka dia akan dicatat berjalan di atas jalan setan (fii sabiilisy syaithaann) meski dia bekerja keras membanting tulang dari pagi hingga petang.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى عَلَى عِيَالِهِ، فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى عَلَى نَفْسِهِ لِيُعِفَّهَا فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ،
“Barangsiapa yang berusaha/bekerja untuk menafkahi kedua orang tuanya, maka terhitung fii sabiilillah. Barangsiapa yang berusaha/bekerja untuk menafkahi keluarga yang menjadi tanggungannya, maka terhitung fii sabiilillah. Dan barangsiapa yang berusaha/bekerja untuk kehormatan dirinya sendirinya (agar tidak meminta-minta), maka terhitung fii sabiilillah.
وَمَنْ سَعَى عَلَى التَّكَاثُرِ، فَهُوَ فِي سَبِيلِ الشَّيْطَانِ
Akan tetapi siapa saja yang berusaha/bekerja untuk bermegah-megahan, maka terhitung fii sabiilisy-syaithaan (di jalan syaithan)”
[Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 9/23 dan dalam Syu’abul-iimaan no. 3875, Al-Bazzaar dalam Kasyful-Astaar no. 1867, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 4214, dan yang lainnya; dishahihkan syaikh Al-Albaaniy dalam Ash-Shahiihah no. 2232].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar