Senin, 03 Juli 2017

HIDUP UNTUK BERBUAT, BUKAN MENDAPAT



Oleh: M Husnaini
Prestasi terbaik kita bukan menjadi apa atau memiliki apa, melainkan kita mampu berbuat apa untuk sesama. Kedudukan dan kekayaan itu tidak terlalu penting bagi tetangga, kolega, bahkan keluarga kita. Yang terasakan hanya sejauh mana manfaat kita buat hidup mereka.
Konsep Islam, manusia yang paling mulia bukan yang paling pakar ilmunya, paling tinggi kedudukannya, paling banyak hartanya, apalagi sekadar paling keren tampangnya. Bukan, sama sekali. Allah menyatakan dalam surah Al-Hujurat/49:13 bahwa manusia yang paling mulia di antara kita adalah manusia yang paling bertakwa.
Siapa orang bertakwa? Di antara ciri-cirinya dijelaskan dalam surah Ali Imran/3: 134-135, ialah bersedia menginfakkan harta di waktu lapang maupun sempit, mampu menahan amarah, mau memaafkan kesalahan orang lain, dan segera ingat kemudian tobat ketika melakukan dosa dan maksiat.
Terlihat jelas bahwa ciri menonjol orang bertakwa adalah berakhlak mulia kepada sesama. Orang bertakwa senantiasa siap berbuat, dan bukan semata-mata ingin mendapat. Tidak heran apabila latihan membentuk pribadi takwa adalah dengan puasa, yang intinya mengendalikan. Dengan mengendalikan keinginan, kita dapat memahami makna penderitaan.
Namun, fakta membuktikan bahwa mengendalikan jauh lebih sulit ketimbang melampiaskan. "Sebaik-baik manusia," tandas Rasulullah, "adalah yang paling mulia akhlaknya dan paling bermanfaat bagi sesama." Kita baru dapat memiliki akhlak mulia dan memberi manfaat bagi sesama ketika kita berhasil mengendalikan kepentingan diri sendiri.
Ya, altruisme baru muncul manakala kita sukses mengubur egoisme. Tidak ada akhlak dan manfaat dari orang yang gemar melampiaskan. Melampiaskan itu identik dengan perilaku berlebihan, yang dalam urusan ibadah saja, dilarang. Dalam surah Al-Isra'/17: 29, Allah melarang sedekah yang dilakukan secara berlebihan.
Jika berlebihan dalam urusan kebaikan dilarang, apalagi dalam keburukan. Istilahnya adalah mubazir alias pemborosan, yang pelakunya dijuluki Allah, sebagaimana tertuang dalam surah Al-Isra'/17: 27 pula, sebagai saudara setan.
Akhirnya, tiada yang patut membikin hati kita lega dan bangga di dunia yang sebentar ini kecuali apabila kita telah berhasil berbuat dan menebar manfaat. Biarlah hanya sedikit yang kita bisa, sebatas posisi dan tugas kita, namun semoga upaya sederhana kita dicatat Allah sebagai amal jariah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar