Rabu, 12 Juli 2017

Kontroversi Keabsahan Pansus KPK Harusnya Diakhiri Dengan Putusan Pengadilan



Oleh Yusril Ihza Mahendra
Saya pernah mengalamai kontroversi sangat hebat tahun 1998 ketika Pak Harto panggil saya bersama Saadillah Mursyid alm, untuk tangani pengunduran diri beliau. Maka saya tangani proses pengunduran diri itu dalam waktu 10 jam dan BJ Habibie mengucapkan sumpah sebagai Presiden.
Besoknya saya diserang habis oleh puluhan guru besar mulai dari Prof Emil Salim sampai Prof Soebroto, Prof A Muis, Prof Gede Pantja, Prof Philipus Hadjon, Prof Dimyati Hartono dll, termasuk pula tokoh2 besar seperti Ali Sadikin. Tapi ketika saya tantang debat di kampus atau di tempat lain, tak seorangpun yang berani. 
Sampai akhirnya saya bawa pisau ke UNHAS dan saya tancapkan di meja menantang Prof Muis untuk tikam2an, jangan cuma berani maki2 saya di koran Fadjar, tapi tiga kali difasilitasi untuk debat oleh Jusuf Kalla di Al Markaz, 1 kali di Universitas 45 kalau tidak salah, dan terakhir di kampus FH Unhas, tapi Prof Muis tidak berani datang. Hanya Prof Ismail Suny yang bela saya. Mrk bilang Suharto berhenti tdk sah dan Habibie jg tidak sah jd Presiden. Debat sangat keras. 
Akhirnya saya katakan yang bilang tdk sah silahkan bawa ke pengadilan. Maka 100 orang advokat yang mengatasnamakan pengacara reformasi gugat masalah keabsahan tsb ke PN Jakarta Pusat. Saya menghadapi mereka sendirian di pengadilan. Tiga bulan sidang, PN Jakpus memutuskan menolak gugatan para penggugat seluruhnya. 
Dalam pertimbangan hukum majelis hakim menyatakan bahwa proses berhentinya Pak Harto dan adalah sah, demikian pula pengucapan sumpah BJ Habibie sebagai Presiden baru di hadapan Pimpinan Mahkamah Agung adalah sah. Waktu itu saya tanya Sdr Suhana Natawilana, salah seorang dari 100 advokat reformasi itu, apakah akan banding. Mereka bilang akan pikir2 dulu dan nyatanya tdk banding, lalu putusan inkracht. Jadi perdebatan sah tidak sahnya berhentinya Pak Harto dan kabsahan BJ Habibie akhirnya dikuatkan dengan putusan pengadilan. 
Sekarang saya sarankan KPK, kalau terus menerus mengatakan Pansus Angket KPK yg dibentuk DPR tidak sah, sementara DPR bilang sah, maka KPK lawan dong ke pengadilan, bukan dengan cara menggalang opini dengan menciptakan berbagai stigma negatif kepada mereka yang mengatakan Pansus itu sah. KPK adalah lembaga negara dan bukan LSM. Itu maksud saya menyarankan agar KPK jangan bermain politik seperti banyak diberitakan media pagi ini (11/7/2017), tapi lawan dengan hukum secara gentlemen. 
Melawan dengan hukim itu akan menjadi contoh bernegara yg benar dan memberikan pendidikan politik kepada rakyat Hukum dijadikan sebagai mekanisme untuk menyelesaikan konflik secara adil dan bermartabat. Kalau cara ini ditempuh, maka kita benar2 akan menjadikan hukum sebagai panglima di negara ini.
Jakarta 11 Juli 2017

1 komentar: