Pemuda Muhammadiyah mendesak Presiden segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang independen untuk mengungkap kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan, TGPF ini juga penting dibentuk untuk menghindari politik kepentingan atau politik saling sandra yang ada ditubuh internal kepolisian.
Hal ini disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammdiyah pada Jumpa Pers, Rabu (26/7/2017) di Gedung Dakwah Muhammadiyah Jakarta. Menurutnya, proses penyidikan kasus yang menimpa Novel Baswedan,yang dilakukan oleh POLRI telah memasuki hari ke-106. Sedikitnya 56 (lima puluh enam) orang telah diperiksa untuk dimintai keterangan sebagai saksi, begitu juga rekaman CCTV yang berada di lokasi telah dikumpulkan oleh penyidik serta beberapa barang bukti lainnya seperti pakaian Novel dan cangkir yang diduga digunakan pelaku dalam peristiwa itu.
Namun dari banyaknya barang bukti yang telah dikumpulkan, pihak Kepolisian belum juga mampu mengungkap siapa pelaku penyiraman yang menimpa penyidik senior KPK terebut.Hal tersebut menimbulkan pertanyaan dari sejumlah kalangan, termasuk Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK yang menyampaikan sejumlah temuannya dalam konferensi pers, Rabu (26/7).
“Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK setidaknya telah menyampaikan beberapa hasil temuan terkait dengan kejanggalan – kejanggalan proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik POLRI yang menujukan bahwa ada ketidakmauan POLRI untuk mengungkap secara serius dan terang benerang Kasus Novel Baswedan,” terang Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah saat konferensi pers yang digelar pada Rabu (26/7) di Gedung Dakwah Muhammadiyah Menteng Jakarta Pusat.
Kejanggalan yang dimaksud ialah seperti keterangan penyidik yang menyatakan bahwa tidak ada sidik jari pada gelas yang ditemukan di sekitar lokasi kejadian, melepaskan orang yang diduga kuat sebagai pelaku dan ketidakseimbangan antara informasi yang disampaikan Mabes Polri yang kerap dibantah dibantah atau direvisi oleh Tim Penyidik Polda.
Selain itu munculnya ancaman – ancaman terhadap beberapa anggota Komisoner Komnas HAM dalam proses usulan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta menambah kejanggalan tersebut dan adanya Tim di internal POLRI juga mendekati saksi – saksi dan meminta informasi terkait dengan peristiwa penyerangan terhadap Novel Baswedan, padahal bukan bagian dari tim penyidik.
“Maka kami menilai bahwa pengungkapan kasus penyiraman terhadap Novel Baswedan bukan semata – mata terkait dengan ketidakmampuan penyidik POLRI dalam mengungkap peristiwa penyerangan terhadap Novel Baswedan, akan tetapi kami melihat bahwa ada banyak kepentingan ditubuh internal kepolisian yang mempengaruhi proses penyidikan,” kata Dahnil.
Untuk itu pihaknya mendesak Presiden agar bersikap dan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang independen untuk mengungkap kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan, TGPF ini juga penting dibentuk untuk menghindari politik kepentingan atau politik saling sandra yang ada ditubuh internal kepolisian.
Sementara mantan Koordinator Kontras, Haris Azhar, menyatakan bahwa semestinya tidak ada alasan bagi penyidik Polri kasus ini, mengingat banyak kasus yang mudah dan dengan dalam waktu singkat terungkap, bahkan diantaranya lebih besar dari kasus yang menimpa Novel Baswedan.
"Ini soal si Kapolrinya, mau, berani apa enggak. Bahwa nanti orang yg esisten dengan kasus Novel, yang tidak suka Novel, yang berkepentingan agar kasus ini tidak dibuka, dia terganggu kalau Kapolri buka kasusnya," kata Haris.
"Saya pikir masyarakat akan semakin mendukung Polri kalau pak Tito berani bongkar ini, Saya mau kasih semangat ke Kapolri, Anda harus berani. Karena Kapolri cuma satu, dia aja. Dia harusnya berani dan bisa," pungkasnya. (bpp/moi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar