Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra menyesalkan sikap Anggito Abimayu yang menyatakan siap untuk melaksanakan instruksi Presiden Jokowi untuk menggunakan dana haji untuk membiayai pembangunan infrastruktur.
Anggito yang kini menjadi anggota Badan Pengelola Keuangan Haji seperti menanggung beban masa lalu untuk bisa berkata lain, selain daripada "siap" melaksanakan intruksi Presiden. Dana haji yang terdiri atas setoran calon jemaah dan dana abadi umat itu yang sekarang berjumlah 95 trilyun lebih dan akan meningkat menjadi 100 trilyun awal tahun depan, diinstruksikan Presiden Jokowi agar 80 trilyunnya digunakan membiayai pembangunan infrastruktur.
Walaupun Jokowi menyebutkan dana tersebut akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang kecil risikonya, namun semua itu tetaplah harus dianggap sebagai pinjaman Pemerintah kepada umat Islam.
Jika sebegitu besar dana yang digunakan membiayai infrastruktur, risiko bisa saja terjadi, sehingga bisa saja Pemerintah suatu ketika gagal memberangkatkan jemaah haji. Padahal umat Islam ada yang telah menjual tanah, sawah dan ladang untuk membiayai perjalanan haji mereka.
Umat Islam Indonesia sendiri merasa terpinggirkan di negerinya sendiri, dengan banyaknya tekanan kepada ormas2 Islam, para ulama, habaib dan muballigh. Dalam situasi seperti itu, kuranglah bijak jika Pemerintah justru menggunakan dana milik umat Islam untuk membiayai proyek infrastruktur.
Dana itu sebagian dapat dijadikan modal mendirikan Bank Haji untuk membantu kegiatan usaha umat Islam, membangun rumah sakit dan sekolah2. Dengan demikian, umat Islam akan menjadi kuat dan sejahtera.
Pemerintah kini sedang dililit utang dalam dan luar negeri, sehingga sulit mencari pinjaman, termasuk untuk menutup defisit APBN yang kini telah mendekati maksimum 3% seperti diatur dalam undang2. Ini beda dengan pernyataan Presiden Jokowi di awal masa jabatannya yang mengimingi rakyat dengan kata2 "Jangan kuatir, uang kita masih banyak".
Dana milik negara tidaklah sebanyak yang diduga Presiden. Sekarang Pemerintah mencabut macam2 subsidi, menaikkan pajak, sementara angka pertumbuhan ekonomi menurun dan jumlah kemiskinan serta pengangguran makin bertambah pula.
Jakarta, 28 Juli 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar