Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah mempunyai cara unik dalam memberikan perhatian terhadap warga tidak mampu. Setiap Jumat, organisasi kepemudaan itu menggelar Warung Makan Dhuafa. Mereka yang tergolong kaum papa bisa menikmati makanan gratis.
SETIAP Jumat siang, halaman gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah di Jalan Menteng Raya 62 selalu dipadati pengunjung. Beberapa tenda didirikan. Beberapa meja berjajar rapi. Di atasnya tersaji berbagai masakan. Ada nasi, sayur, lauk-pauk, dan tidak ketinggalan kerupuk. Ratusan orang berjejer mengantre untuk menikmati hidangan itu.
Mereka adalah kaum duafa yang sehari-hari mencari nafkah di ibu kota. Ada pemulung, petugas kebersihan, tunawisma, dan kaum tidak mampu lainnya. Mereka mendapatkan makanan gratis. ”Setiap Jumat, mereka datang ke sini,” terang Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, Jumat (30/6).
Warung Makan Dhuafa itu merupakan kegiatan rutin organisasi yang dipimpinnya. Setiap Jumat, pihaknya menyiapkan 250 porsi makanan. Menu yang disajikan berganti-ganti. Kader Pemuda Muhammadiyah bergantian menjadi relawan. Mereka dengan telaten melayani para duafa yang membutuhkan uluran tangan.
Cukup banyak yang datang. Tidak hanya mereka yang beragama Islam, pemuluk agama lain juga banyak yang datang. Warung gratis tersebut diperuntukkan semua warga yang tidak mampu. Tidak melihat suku, ras, dan agama. ”Karena toleransi yang kami hadirkan adalah toleransi yang otentik,” terang pria kelahiran Aceh Timur itu.
Dahnil menyatakan, makanan yang disajikan merupakan masakan sendiri kader organisasinya. Dari mana biaya kegiatan itu? Menurut dia, dana berasal dari kas organisasi dan donatur. Ketika acara tersebut diadakan, selalu ada dermawan yang menyumbangkan dana. Bahkan, ada warga Indonesia yang tinggal di Australia yang ikut menyumbang. Dia tertarik dengan konsep Warung Dhuafa yang digagas Pemuda Muhammadiyah.
Ayah empat anak itu mengungkapkan, program peduli duafa tersebut dimulai enam bulan lalu. Kegiatan itu hanya libur ketika Ramadan. ”Kami akan buka lagi Jumat depan,” ucapnya. Menurut dia, Warung Dhuafa merupakan simbol dakwah untuk kelompok marginal yang terinspirasi dari teologi Al Maun. Surah Al Maun menjadi acuan gerakan sosial Muhammadiyah.
Kandidat doktor ilmu ekonomi Universitas Diponegoro itu menyatakan, pihaknya melakukan dakwah nyata. Orang miskin yang lapar tidak butuh diceramahi, tapi membutuhkan makanan. Organisasinya ingin menampilkan Islam yang memberikan solusi bagi permasalah kehidupan yang terjadi.
Warung Dhuafa, kata Dahnil, tidak hanya dilaksanakan PP Pemuda Muhammadiyah, organisasi di daerah juga sudah mulai melaksanakan kegiatan yang sama. ”Salah satunya di Jawa Tengah dan Jogjakarta,” ungkap dia. Daerah yang lain juga diharapkan mengikuti langkah tersebut. Jika semua pimpinan daerah kabupaten/kota mengadakan kegiatan yang sama, akan ada 500 Warung Dhuafa.
Makanan gratis merupakan tahap awal. Selanjutnya, organisasinya akan melakukan pembinaan ekonomi dan akhlak. Yang terpenting sekarang mereka nyaman dan merasa bersaudara. ”Kami selesaikan masalah jangka pendek dulu,” tuturnya. (sumber: Jawa Pos)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar