Sabtu, 03 Juni 2017
Polisi Dianggap Tak Profesional Tangani Kasus Novel Baswedan
Polisi dinilai tidak profesional menangani kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan. Genap 52 hari sejak peristiwa 11 April silam, polisi belum juga berhasil mengungkap pelaku penyerangan.
Perwakilan masyarakat Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK Alghiffari Aqsa mengatakan, terdapat sejumlah kejanggalan dalam proses penyelidikan yang dilakukan oleh polisi.
Diantaranya, ketiadaan sidik jari dicangkir yang digunakan pelaku untuk menyiram air keras ke mata Novel.
"Orang yang ingin menyiram air keras itu butuh tenaga yang besar, pasti memegang cangkirnya erat. Tapi kenapa bisa tidak ada sidik jari, sudah dihilangkan atau seperti apa. Di sini polisi tidak profesional," ujar Alghiffari di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Jakarta, Jumat (2/6).
Kejanggalan lain, kata dia, adalah rekaman dalam Closed Circuit Television (CCTV) yang tidak dipublikasikan oleh polisi. Rekaman CCTV itu berasal dari lingkungan tempat tinggal Novel di kawasan Boulevard Kelapa Gading, Jakarta.
Alghiffari membandingkan dengan langkah polisi yang biasa mempublikasikan rekaman CCTV saat menangani suatu tindak pidana.
Padahal, kata Alghiffari dengan dibukanya rekaman CCTV tersebut, dinilai mampu membantu polisi untuk mendapatkan informasi dari masyarakat.
"Sampai sekarang polisi tidak pernah mengungkap CCTV ini. Masyarakat jadi tidak bisa berpartisipasi, wajar saja kalau polisi tidak dapat informasi yang cukup," katanya.
Dia juga menemukan kejanggalan dalam proses penangkapan dua terduga pelaku yang kemudian kembali dilepaskan oleh polisi.
Saat itu polisi beralasan, orang yang ditangkap ini ternyata adalah 'mata elang' atau orang yang bertugas mencari kendaraan yang terkena kredit macet.
Namun Alghiffari meyakini, terduga pelaku tersebut adalah orang yang sama dengan pihak yang sempat dicurigai membuntuti Novel sejak dua pekan sebelum peristiwa penyiraman terjadi.
Hal itu, kata dia, diperoleh dari keterangan sejumlah saksi yang juga melihat orang tersebut berada di sekitar rumah Novel. "Mereka bukan mata elang karena mata elang kerjanya tidak seperti itu. Kami curiga dua orang ini yang sejak awal memang mengintai rumah Novel," tuturnya.
Lebih lanjut Alghiffari menuturkan, polisi saat itu membebaskan terduga pelaku lantaran mereka ternyata tidak ada di lokasi saat peristiwa penyiraman terjadi.
Polisi juga mengklaim telah memverifikasi melalui ponsel terduga untuk mengecek posisi mereka.
Namun, kata Alghiffari, dididuga ada dua tim yang memang berniat menyerang Novel saat itu, yakni tim surveillance atau pengawas dan tim eksekutor. Sehingga wajar jika dua orang terduga pelaku itu beralasan tidak ada di lokasi saat peristiwa itu terjadi karena hanya bertugas untuk mengintai kegiatan Novel.
Tak hanya itu, keterangan penyidik di Polda Metro Jaya dan Mabes Polri juga tidak konsisten. Itu terlihat dari sikap mereka yang awalnya mengaku telah memiliki identitas pelaku namun kemudian berubah.
"Kami kecewa dengan polisi yang sepertinya tidak serius. Jangan-jangan polisi memang ada kesengajaan untuk tidak ungkap kasus ini," ucap Alghifari.
Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal usai menyelesaikan salat subuh di masjid dekat rumahnya di Jakarta Utara 11 April silam.
Siraman air keras itu menyebabkan luka parah pada kedua mata Novel. Kini, Novel masih menjalani perawatan di Singapura.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menduga tersangka pemberian keterangan palsu, Miryam S Haryani berada di balik penyerangan Novel. Menanggapi hal itu, kuas hukum Miryam Aga Khan meminta Kapolri untuk membuktikan dugaan itu. (sumber:CNN Indonesia
)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar