Oleh: M Husnaini
Pada Ramadhan hari ke-18 ini, saya ajak Anda menyimak cerita yang dituturkan oleh seorang teman berikut.
"Aku tidak percaya kalau Tuhan itu ada," kata tukang cukur rambut kepada Cak Madelun yang sedang dicukurnya.
Cak Madelun menyimak, tukang cukur rambut berperawakan ceking itu melanjutkan, "Jika Tuhan memang benar-benar ada, mengapa masih banyak orang jahat? Kenapa semua orang tidak dibikin baik saja? Dan, yang lebih penting lagi, kalau Tuhan itu ada, kenapa pula masih ada orang yang melarat hidupnya, seperti aku ini?"
"Jadi, sampai hari ini..." sebelum Cak Madelun sempat berkata-kata, tukang cukur rambut itu menggenapi kalimatnya, "aku masih ogah shalat dan lainnya, karena menurutku Tuhan itu omong kosong."
Cak Madelun masih diam, karena kebetulan pula cukur rambutnya selesai. Dia kemudian membayar ongkos kepada tukang cukur rambut tadi. Namun, sebelum keluar dari ruang cukur rambut, Cak Madelun membuka kalimat.
"Aku juga sebenarnya tidak percaya kalau di dunia ini ada tukang cukur rambut," kata Cak Madelun sambil menerawang keluar.
"Apa maksudmu, Cak?" sahut tukang cukur rambut. "Bukankah aku baru saja mencukur rambutmu? Aku inilah tukang cukur rambut itu."
"Aku tetap tidak yakin," tukas Cak Madelun. "Sebab, jika tukang cukur rambut itu memang ada, kenapa banyak orang di luar sana pada gondrong? Kenapa pula banyak dari anak-anak sekolah sekarang ini pada semrawut rambut mereka? Berarti tukang cukur rambut itu omong kosong saja."
"Sampeyan keliru, Cak," tukang cukur rambut itu mulai pasang muka serius. "Mereka yang gondrong dan rambut mereka acak-acakan tidak keruan itu karena mereka tidak datang kepadaku. Tukang cukur rambut itu jelas ada. Namun, mereka sendiri yang tidak minta dicukur supaya rapi."
Cak Madelun tersenyum. "Nah, itu engkau sudah paham," katanya sambil menatap dalam kedua mata tukang cukur rambut itu. "Tuhan itu nyata adanya. Perkara masih ada orang-orang jahat, ya karena mereka jauh dari Tuhan. Dan juga, orang-orang yang engkau bilang hidup melarat dan gersang itu, tidak lain, karena mereka memang tidak datang kepada Tuhan."
Tukang cukur rambut itu seperti mendapatkan ilmu baru. Dia manggut-manggut. "Sampeyan benar. Ya, benar sekali," ujarnya. "Hari ini sampeyan telah menyadarkan aku, Cak. Jangan-jangan, bahkan jika selama ini rezekiku susah dan sering banyak masalah, penyebab utamanya adalah karena aku jauh dari Tuhan. Aku tidak pernah mengetuk pintu rahmat-Nya."
Ketika Cak Madelun pamit pulang, tukang cukur rambut itu masih tampak termangu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar