Jumat, 30 Juni 2017

Ini Beda Pemberantasan Korupsi Indonesia dengan Korea Selatan




Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah terus melontarkan kritik terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Bahkan saat tengah berkunjung ke Korea Selatan, Fahri membandingkan sistem yang dibangun di Korsel lebih efektif mengikis korupsi dalam kurun tujuh tahun.
Ini lebih baik ketimbang di Indonesia.
Menurutnya keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia selama 15 tahun tak bisa menyamai pencapaian Korsel dalam pemberantasan korupsi selama tujuh tahun.
Saat berkunjung ke Transparansi Internasional Korea di Seoul, Fahri Hamzah mengatakan bahwa Korea merupakan salah satu negara yang sukses melakukan pemberantasan korupsi.
"Pada sekitar 2002 Korea Selatan merupakan salah satu negara yang memiliki angka korupsi yang tinggi. Namun dalam waktu 7 tahun, Korea berhasil mengubah posisinya menjadi negara yang bebas dari korupsi. Ini yang ingin ketahui prosesnya," urai Fahri dalam keterangan tertulis, Kamis (29/6/2017).
Pada kunjungan tersebut, Fahri beserta rombongan disambut Ketua Tranparansi Internasional Republik Korea Han Beom You.
"Transparansi Internasional inilah yang mengkordinir para aktivitas antikorupsi di Korea. Jadi sangat layak kita kunjungi untuk mengetahui bagaimana mereka menggerakkan civil society dalam memberantas korupsi," kata Fahri.
Mengawali penjelasannya tentang pemberantasan korupsi di Korea, Han menjelaskan transformasi yang terjadi dalam mindset masyarakat Korea Selatan.
"Dahulu orang mengatakan bahwa dengan sedikit korupsi yang kita biarkan, maka itu bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi. Tapi sekarang tidak seorang pun di Korea berpikir seperti itu. Kami menginginkan negara yang benar-benar bebas dari korupsi," papar Han.
Ia menambahkan bahwa kini masyarakat Korea mengamati seluruh sektor, bahkan hingga kinerja perusahaan swasta.
"Di masa lalu, sejumlah perusahaan melakukan kecurangan, dengan menyuap lembaga audit agar kinerja mereka dilaporkan baik. Namun kenyataannya perusahaan tersebut kolaps. Jadi sekarang lembaga audit tidak lagi melakukan hal tersebut," kata Han.
Dalam penjelasan Han, terungkap bahwa tahun 2002 adalah awal dari dibentuknya peraturan -peraturan anti korupsi.
Kemudian pada tahun 2003, dibentuk lembaga anti korupsi Korea yang disebut KICCAK. Lembaga ini melakukan investigasi terhadap kasus-kasus korupsi.
Selanjutnya jika hasil investigasi dianggap perlu ditindaklanjuti menjadi ke proses hukum, maka KICCAK memberikan laporan ke Kepolisian.
Mekanisme ini berhasil mengungkapkan kasus-kasus korupsi yang cukup besar.
Pada tahun 2010 Pemerintah Republik Korea membentuk ACRC (Anti Corruption and Civil Right Commission).
Lembaga ini adalah lembaga anti korupsi yang didukung oleh Pemerintah.
Lembaga baru ini memiliki tiga kewenangan, yaitu penyelidikan, ombudsman dan melakukan peradilan.
Penyatuan ketiga fungsi tersebut saat ini menjadi perdebatan di kalangan aktivis anti korupsi Korea.
Sebagian menginginkan agar fungsi-fungsi tersebut dilaksanakan oleh lembaga yang berbeda-beda.
Sedangkan untuk melakukan kordinasi, dibentuk lembaga yang bersifat independen.
Terkait dengan salah satu kewenangan KPK yang sering digugat oleh Fahri Hamzah yaitu penyadapan, iapun tak lupa menanyakannya pada Transparansi Internasional Korea.
Han pun menjawab secara diplomatis, bahwa kewenangan ACRC saat ini sangat luas. Di antaranya adalah kewenangan penyelidikan.
Karena begitu luas kewenangannya, saat ini sedang direncanakan untuk oleh pemerintah Korea Selatan untuk membuat peraturan yang membatasi kewenangan penyelidikan tersebut, untuk selanjutnya dialihkan pada lembaga lain.
Kemudian, Fahri Hamzah mengungkapkan bahwa perbedaan pemberantasan korupsi Korea dan Indonesia adalah pada dukungan civil society atau lembaga-lembaga swadaya masyarakat anti korupsi terhadap DPR RI.
"Di Korea ACRC dan pegiat anti korupsi bekerjasama dengan baik dengan National Assembly (DPR Korea). Kalau di negara kita, DPR justru dihantam kiri kanan dan dikesankan sebagai sarang koruptor," ungkap Fahri. (sumber: tribunnews,com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar