Kamis, 01 Juni 2017

Tentang Tanggal 1 Juni Hari Lahir Pancasila, Yusril : Mereka Lupa Rumusan Sejarah



Tanggal 1 Juni, yang bertepatan jatuh pada hari ini, diperingati sebagai hari Lahir Pancasila. Bahkan Presiden Jokowi sudah menuangkannya lewat Peraturan Presiden (Perpres) No 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila.
Keputusan Presiden ini masih terus menuai polemik di tengah masyarakat.
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai pemerintahan Jokowi yang ingin bangkitkan kembali sukarnoisme ini ternyata menyimpang dari sejarah yang sesungguhnya.
Apa cuma mengkultuskan Bung Karno (BK) saja ?, tanya yusril.
“Mereka lupa, rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta 22 Juni 45 dilakukan oleh panitia kecil BPUPKI yang ketuanya adalah Bung Karno. Rumusan Pancasila tanggal 18 Agustus 45 dilakukan oleh PPKI yang Ketuanya juga Bung Karno. Demikian pula Pancasila yang didekritkan berlaku kembali dengan berlakunya UUD 45 tgl 5 Juli 59, juga dilakukan oleh Bung Karno sebagai Presiden ketika itu,” kata Yusril ketika dihubungi abadikini.com, Kamis (1/6/2017).
Sebelumnya Yusril juga sudah meluruskan sejarah lahirnya pancasila yang sebenarnya, Bahwa hari lahirnya Pancasila bukanlah tanggal 1 Juni, tetapi tanggal 18 Agustus ketika rumusan final disepakati dan disahkan.
Pidato Sukarno tanggal 1 Juni, lanjut Yusril,  barulah masukan, seperti masukan dari tokoh-tokoh lain baik dari golongan kebangsaan maupun dari golongan Islam.
“Jika membandingkan usulan Sukarno tanggal 1 Juni 1945 dengan yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945, cukup mengandung perbedaan fundamental,” kata Yusril.
Sila Ketuhanan saja, kata Yusril, diletakkan Sukarno sebagai sila terakhir.
“Tetapi rumusan final justru menempatkannya pada sila pertama. Sukarno mengatakan bahwa Pancasila dapat diperas menjadi Trisila, dan Trisila dapat diperas lagi menjadi Ekasila yakni gotong-royong. Sementara rumusan final Pancasila, menolak pemerasan Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila,” kata Yusril.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu mengatakan, sebelum disahkan tanggal 18 Agustus, atas permintaan, Sukarno dan Bung Hatta agar tokoh-tokoh Islam setuju frasa “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,” dihapus.
Menurut Yusril, saat itu Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo (tokoh Muhammadiyah) kecewa namun akhirnya menerima ajakan Sukarno dan Hatta.
Kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”  dihapus dan diganti dengan “Ketuhanan Yang Mahaesa”.
“Pelajaran apa yang dapat kita petik adalah bahwa kompromi terakhir tentang landasan falsafah negara, Pancasila, dengan rumusan seperti dalam Pembukaan UUD 1945 adalah terjadi tanggal 18 Agustus 1945,” tegas Yusril. (bpp/ak)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar