Kamis, 08 Juni 2017

PEROKOK TAK PANTAS TERIMA ZAKAT



Oleh: Ma'mun Murod Al-Barbasy
Menarik dan sangat setuju terhadap pernyataan Mufti Perlis Perlis Malaysia Prof. Datuk Dr. Mohd Asri Zainul Abidin yang menyatakan bahwa perokok tak seharusnya menerima zakat. 
Sebagaimana diaebut dalam al-Quran bahwa salah satu penerima zakat (mustahiq) adalah fakir dan miskin. Posisi fakir tentu lebih rendah daripada miskin. Miskin punya kerjaan tetap tapi tak mencukupinya buat memenuhi kebutuhan primer. Sementara fakir tak punya kerjaan tetap, srabutan, yang tentunya tak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya yang bersifat primer sekalipun.
Dua asnaf ini jangankan untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan apalagi tersier, sekadar memenuhi kebutuhan primer saja tak mampu.
Sementara rokok jelas bukan kebutuhan primer. Rokok adalah kerjaan mubadzir dan mubadzir itu temannya syaitan. Tentu mengherankan ketika ada fakir dan miskin yang untuk memenuhi kebutuhan primer saja tidak mampu tapi kok untuk kebutuhan membeli rokok masih mampu. Setiap harinya mereka mampu membeli rokok sedikitnya sebungkus. Kalau sebungkus katakanlah seharga Rp. 10.000,- maka sebulan Rp. 300.000,- yang sedikitnya dapat untuk membeli beras 40 kg kelas masyarakat miskin.
Karena rokok jelas bukan kebutuhan primer dan mereka mampu membelinya, maka mereka sebenarnya tak layak lagi disebut sebagai fakir dan miskin. Sehingga wajar dan sangat wajar mereka tidak boleh menerima zakat. Sulit memasukannya ke asnaf mana mereka dimasukan.
Sekali lagi, penting menjadi perhatian para amil zakat bahwa tak pantas keluarga perokok menerima zakat. Pandangan keagamaan seperti ini seharusnya dikampanyekan masif agar pesan Islam untuk menjauhkan hal-hal yang mubadzir dan bahkan penyakit di masyarakat. Hanya orang-orang yang "terganggulah" yang merokok atau memberikan dan mencari pembenaran bagi perokok (MMA, cirendeu, 8/6/2017).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar