Rabu, 17 Mei 2017

8 ADAB PUASA



Oleh: M Husnaini
Telah tiba bulan penuh berkah. Ramadhan menjanjikan penawar penat dan dahaga jiwa. Beruntung bagi siapa saja yang menyambut Ramadhan dengan bekal iman. Ramadhan diisi dengan ibadah dan beragam kebajikan. Rugilah bagi mereka yang menyiakan Ramadhan. Mereka mendapati bulan yang istimewa tetapi gagal memetik hikmah dan pahala.
Puasa di bulan Ramadhan hanya dikhususkan bagi kaum beriman (QS Al-Baqarah: 183). Allah tahu, hanya kaum beriman yang mampu menjalankan ibadah khusus ini. Puasa membutuhkan keikhlasan ekstra. Berbeda dengan shalat, zakat, dan haji, tidak ada yang mengetahui puasa seseorang kecuali pelakunya dan Tuhan. Hanya kaum beriman yang memiliki keikhlasan total semacam itu.
Secara fikih, ibadah puasa dinilai sah jika pelakunya sudah meninggalkan makanan, minuman, dan hubungan seksual disertai niat karena Allah, sejak terbit fajar hingga matahari terbenam. Segala hal yang dilakukan, selain ketiga hal itu, tidak akan membatalkan puasa. Namun, berpuasa secara gugur kewajiban itu tentu belum cukup. Tentu tersisa harapan agar puasa yang susah payah dijalankan itu diterima Allah dan berpahala. Di sinilah pentingnya memahami makna puasa tidak hanya dari aspek fikih belaka.
Menurut Sayid Sabiq, ada delapan adab yang seyogianya dikerjakan orang yang berpuasa.
Pertama, mengakhirkan sahur. Santap sahur hukumnya sunnah. Ia berfungsi menyuntikkan stamina. Sahur lebih utama dikerjakan di akhir waktu. Dalam riwayat Bukhari, Sahabat Zaid bin Tsabit pernah bersantap sahur bersama Rasulullah, yang dilanjutkan dengan shalat Shubuh. Ada yang bertanya, “Kira-kira berapa jarak antara sahur dan shalat Shubuh?” Zaid bin Tsabit menjawab, “Lima puluh ayat.”
Kedua, menyegerakan berbuka. Islam tidak mengenal istilah puasa pati geni. Semua jenis puasa, termasuk puasa Ramadhan, ada waktu berbukanya. Tidak boleh mengakhirkan berbuka, misalnya, karena alasan masih kuat menahan lapar dan haus. “Manusia senantiasa dalam kebaikan selama menyegerakan berbuka,” begitu sabda Rasulullah yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Berbuka dianjurkan dengan makanan ringan, seperti kurma, manis-manisan, atau air.
Ketiga, memperbanyak doa. Berdoa adalah bukti keimanan. Tidak ada usaha mulia tanpa disenjatai dengan doa. Saat berpuasa adalah di antara momentum terkabulnya doa. Rasulullah bersabda, “Ada tiga golongan yang tidak ditolak doanya: orang yang berpuasa sampai berbuka, pemimpin yang adil, kaum yang teraniaya” (HR Tirmidzi). Doa orang yang berpuasa sangat manjur, terutama pada saat berbuka.
Keempat, mencegah diri dari perbuatan maksiat. Berpuasa adalah latihan mengendalikan di tengah tradisi melampiaskan. Bermaksiat berarti gagal mengendalikan dorongan nafsu, yang menjadi spirit puasa. Kebahagiaan hidup sangat ditentukan oleh kemampuan mengendalikan. Itulah kenapa sikap berlebihan dilarang dalam Islam (QS Al-Isra’: 26), pelakunya dikategorikan sebagai sahabat setan (QS Al-Isra’: 27). Musabab terusirnya Adam dari surga juga karena tidak mampu mengendalikan dari memakan buah larangan.
Kelima, membersihkan mulut. Ketika berpuasa, aroma mulut cenderung mengeluarkan bau kurang sedap. Karena Islam mengajarkan kebersihan, maka menyegarkan mulut merupakan anjuran. Bisa menggunakan siwak atau sikat gigi. Hanya, jika menggunakan pasta gigi, yang perlu diperhatikan, jangan sampai tertelan. Lebih aman menggunakan siwak atau sikat gigi tanpa pasta gigi.
Keenam, tadarus Al-Qur’an. Ramadhan merupakan bulan diturunkannya kitab suci Al-Qur’an (QS Al-Baqarah: 185). Sebaiknya dijadwalkan waktu untuk membaca dan mentadaburi Al-Qur’an. Kalau dalam bulan-bulan sebelumnya tidak sempat akrab dengan Al-Qur’an, Ramadhan harus memberikan kesempatan luas untuk mengintimi Al-Qur’an. Lebih produktif lagi ketika sambil mendalami makna dan tafsirnya.
Ketujuh, sedekah. Nilai sedekah tidak ditentukan oleh besar atau kecilnya, sedikit atau banyaknya. Yang dinilai Allah adalah kemurnian niatnya. Sedekah bisa dirupakan uang untuk fakir miskin, anak yatim, janda, dan bahkan sekadar makanan untuk berbuka atau mereka yang bertadarus di masjid atau mushalla. Dalam hadis riwayat Bukhari dinyatakan, Rasulullah itu pribadi yang sangat dermawan. Tetapi beliau lebih dermawan saat Ramadan.
Kedelapan, giat menghidupkan sepuluh malam terakhir. Inilah puncak Ramadhan. Sejumlah riwayat mengindikasikan, Lailatul Qadar turun di malam-malam ini. Rasulullah sendiri sangat bersemangat mengisi sepuluh malam terakhir ini dengan rangkaian ibadah. Bukhari dan Muslim meriwayatkan, jika sudah memasuki sepuluh malam terakhir, Rasulullah mengidupkan malamnya, membangunkan keluarganya, dan mengencangkan sarungnya alias tidak menjamah istri-istrinya.
Dengan menjalankan delapan adab berpuasa di atas, kita berharap Ramadhan tahun ini benar-benar berhasil membentuk kita menjadi pribadi bertakwa, sebagaimana tujuan diwajibkannya puasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar