Rabu, 17 Mei 2017

MENCOBA MEMAHAMI AHOK


by Ma'mun Murod Al-Barbasy

Sudah sering saya berpikir dan berdialog dengan hati nurani yang tentu jauh dari kebencian, jauh dari rasa suka dan tidak untuk melihat kasus Ahok. Misalnya terkait kasus yang disangkakan ke Ahok berupa penistaan agama. Saya mencoba berpikir bahwa Ahok tidak menista Islam. Ahok hanya salah lidah saja, tidak ada unsur kesengajaan ketika di Kepulauan Seribu. Namun hati ini kok berontak ya. Berontak untuk mengatakan bahwa Ahok tidak menista, Ahok tidak melecehkan Islam. Hati rasanya berontak, bagaimana mungkin tidak disebut menista kalau Ahok ternyata telah melakukan penistaan terhadap Islam bukan hanya sekali, tapi telah berkali-kali.
Saya juga mencoba membela Ahok terkait vonis hukuman yang dijatuhkan selama 2 tahun kepada Ahok. Saya mencoba berpikir bahwa hukuman terhadap Ahok terlalu berat dan tak lazim. Namun sekali lagi, ternyata hati berontak. Bagaimana mungkin Ahok yang sudah berkali-kali menista Islam kok hanya dihukum 2 tahun. Sangat tidak lazim. Ketidaklaziman ini semakin kentara kalau kita membandingkan dengan kasus-kasus sejenis yang pernah terjadi di Indonesia yang hukumannya jauh lebih berat.
Saya juga mencoba memahami para pendukung Ahok yang kecewa karena Ahok divonis bersalah. Namun hati juga menolak. Lho katanya siap menerima apapun keputusan majelis hakim, lah kok faktanya tidak siap. Malah ngamuk-ngamuk bak kesurupan. Demonstrasi dilakukan secara ngawur yang bikin geli dan mual perut.
Saya juga mencoba memahami propaganda-propaganda Ahoker dengan misalnya jualan NKRI harga mati dan cinta kebhinnekaan. Saya mencoba khusnudzan bahwa Ahoker memang benar-benar cinta NKRI. Namun hati juga berontak, bagaimana bisa percaya Ahoker cinta NKRI dan kebhinnekaan kalau sekarang mereka mulai memunculkan tuntutan kemerdekaan dari NKRI di beberapa daerah. Bahkan yang lebih memuakkan, dengan pendanaan yang berlebih, sekarang mereka tengah menebar kebencian dan kampanye di luar negeri untuk menjelek-jelekkan NKRI. Lalu di mana letak cintanya kepada NKRI. Menjelek-jelekkan NKRI di luar negeri itu bukan cinta, tapi pengkhianatan paling brutal terhadap NKRI.
Ketika antara keinginan nafsu saya untuk mencoba memahami Ahok justru bertentangan dengan hati nurani, maka pasti saya lebih percaya dan memilih hati nurani saya (Jambi, 16/05/2017).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar