Jumat, 12 Mei 2017

Alumni 212 Lapor Komnas HAM tentang Kriminalisasi Ulama dan Pembubaran HTI



Alumni Aksi Bela Islam 212 merespons rencana pemerintah yang ingin membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia dan masalah kriminalisasi ulama. Presidium Alumni 212 melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atas rencana pemerintah itu yang mereka nilai sebagai bentuk pelanggaran HAM.

"Kami sampaikan juga bahwa ada penambahan korban baru, yaitu apa? HTI Pembubaran HTI oleh presiden yaitu pelanggaran HAM," kata Ketua Presidium Alumni 212, Ansufri ID Sambo di Komnas HAM, Jakarta, Jumat (12/5).

Aduan atas pembubaran HTI ini, kata Sambo, masuk ke dalam laporan dugaan kriminalisasi kepada sejumlah tokoh dan ulama yang sudah pihaknya sampaikan lebih dulu ke Komnas HAM. 

Sambo menilai, langkah pembubaran sebuah organisasi kemasyarakatan (ormas), salah satunya HTI ini harus melalui proses pengadilan. 


"Jadi yang berhak membubarkan ormas itu adalah pengadilan. Jadi ini dia sudah mengadakan ancaman dan intimidasi kepada kebebasan berpendapat," tegasnya. 

Pemerintah sendiri sudah menyatakan bakal membawa pembubaran HTI ini ke pengadilan. Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, pembubaran ormas seperti HTI memerlukan proses hukum. 
Pemerintah juga mengklaim mempunyai bukti kuat bila HTI selama ini terindikasi bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, seperti yang diatur dalam Undang-undang nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas.

Namun, pemerintah masih enggan membeberkan secara rinci bukti-bukti HTI telah melanggar Pancasila dan UUD 1945, serta rencana mereka mengganti sistem di Indonesia dengan Khilafah.

Jangan Sepelekan HTI

Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto meminta semua elemen masyarakat mendukung rencana pemerintah membubarkan HTI. Ia meminta masyarakat untuk tidak menyepelekan HTI dengan ideologi khilafah yang diusungnya. 
Wiranto menegaskan kasus ini bukanlah kasus biasa. Bahkan bisa dikatakan sebagai kasus luar biasa karena taruhannya adalah kedaulatan.

"Ini mengherankan saat NKRI terancam justru banyak opini yang berkembang seakan ini biasa saja. Ini tak biasa, ini luar biasa," ujar Wiranto.(bpp/CNN Indo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar