Minggu, 07 Mei 2017

BERANIKAH ENGKAU BILANG COKROAMINOTO RADIKAL?



Oleh: Farhan Husein BSA
Pada sekitar tahun 1918, Gerakan Sarekat Islam (SI) terpilah dalam empat arus besar, yakni SI Surabaya yang pimpin Tjokroaminoto bersama dengan Agus Salim, SI Semarang yang dipengaruhi oleh Semaoen, SI Surakarta yang masih dikuasai Samanhudi, serta SI Yogyakarta dibawah pengaruh Ahmad Dahlan yang juga pendiri Muhammadiyah.
Persaingan di dalam Gerakan Sarekat Islam ini, semakin memanas ketika _surat kabar *Tjawi Hisworo,* menerbitkan artikel yang berjudul *“Pertjakapan Antara Martho dan Djojo”* di awal Januari 1918, dimana di dalam artikel tersebut, memuat kalimat _*“Gusti Kandjeng Nabi Rasoel minoem A.V.H. gin, minoem opium, dan kadang soeka mengisep opium."*_
Artikel surat kabar Tjawi Hisworo, pada awalnya bertujuan untuk melamahkan gerakan SI Surabaya dan SI Yogyakarta ini, malah berbalik arah.
Posisi H.O.S Tjokroaminoto (SI Surabaya) semakin menguat dan menjadi pintu masuk mengukuhkan peran islam dalam proses penciptaan dan penerapan nilai-nilai kebangsaan.
Kalimat itu secara jelas menuduh Nabi SAW adalah pemabuk dan suka mengonsumsi opium. Sontak, artikel tersebut mendapat reaksi besar dari masyarakat Muslim waktu itu.
Salah satu tokoh Islam, yaitu H.O.S Tjokroaminoto bahkan segera membentuk organisasi bernama Tentara Kanjeng Nabi Muhammad (TKNM). Struktur TKNM ini terdiri dari:
Ketua :
HOS Cokroaminoto
Bendahara:
Syekh Roebaja bin Ambarak bin Thalib
Sekretaris : Sosrokardono
Setelah dibentuk, TKNM menyeru kepada masyarakat Indonesia untuk menghadiri perkumpulan besar yang *berlokasi di Kebun Raya Surabaya pada 6 Februari 1918*
_Perkumpulan ini diadakan sebagai sikap kaum muslim terhadap penghinaan Nabi SAW!!_
*Tahukah berapa kaum muslim yang ikut dalam aksi tersebut?*
_Tidak kurang dari 35.000 orang!_
Tuntutannya hanya 1, yaitu mendesak pemerintah Hindia Belanda dan Sunan Surakarta untuk segera mengadili Djojodikoro dan Martodarsono (pemilik surat kabar) atas kasus penistaan Nabi SAW.
*Di waktu itu, media tidak seperti sekarang. Tidak ada sosial media facebook, twitter, WA, Bbm dan tidak ada TV. Radio pun hanya segelintir orang yang punya.
_TNKM hanya bermodalkan pesan lisan dan media seleberan kertas untuk mengumpulkan massa sebesar itu. Dan tentunya tidak ada bayaran atau nasi bungkus untuk mengumpulkan mereka_ Jadi bisa dibayangkan betapa besarnya kemarahan masyarakat Muslim Indonesia mengetahui Nabi mereka dihina.
Belajarlah sejarah lebih banyak lagi jika masih bilang aksi bela Qur'an adalah upaya memecah belah bangsa.
H.O.S Cokroaminoto adalah pahlawan nasional yang tidak diragukan lagi jasanya dalam perjuangan pra-kemerdekaan Indonesia.
*Jadi beranikah anda bilang H.O.S Cokroaminoto adalah penebar isu sara?*
*Beranikah anda bilang beliau berusaha memecah belah bangsa?*
*Beranikah anda bilang 35.000 massa yang berkumpul di tahun 1918 itu adalah orang-orang bodoh yang tidak mengerti makna toleransi?*
Kalau anda berani, bisa jadi justru anda yang penebar isu sara, andalah yang memecah belah bangsa dan anda mungkin termasuk orang bodoh yang tidak tahu toleransi
Afwan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar